Hadits


HADIS TENTANG IMSAK


A.     Pendahuluan
Puasa Ramadhan dan puasa sunnah lainnya merupakan syari’at Islam yang kadang diposisikan sebagai rukun Islam ketiga, namun kadang diposisikan sebagai rukun Islam keempat. Hal ini bergantung kepada siapa yang menjadi objek syari’at itu sendiri.
Salah satu yang perlu dicermati terkait dengan syari’at puasa tersebut adalah bimbingan Nabi saw, agar pelaku puasa menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan makan sahur. Nabi saw, bersabda:
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Dari Sahal ibn Sa’ad, Nabi saw, bersabda: Selamanya umat ini dikondisikan baik, selagi mereka menyegerakan berbuka puasa.” HR. Bukhari (Shaum: 1821); Muslim (Shiyam: 1838) dari Sahal ibn Sa’ad.
Untuk pengakhiran makan sahur inilah muncul istilah imsak sebagai batas waktu seseorang pelaku puasa mulai menjalankan hal-hal yang diperintah Allah terkait dengan puasa dan menjahui hal-hal yang membatalkannya, Sayyid Sabiq mengatakan: “… Maka apabila telah terbit fajar sedangkan di mulutnya masih ada sesuatu makanan, wajib baginya untuk membuangnya (memuntahkannya).”
Pertanyaannya, kapan waktu imsak yang sebenarnya, apakah beberapa menit sebelum adzan Subuh atau datangnya waktu Subuh itu sendiri? Tulisan ini difokuskan pada masalah tersebut sehingga dapat dicermati pendapat mana yang lebih dekat dengan tuntunan Nabi saw.

B.      Pengertian Imsak
Imsak secara etimologi berasal dari amsaka-yumsiku-imsak yang berarti menahan, menangkap dan memegang. (Ahmad Warsan Munawwir, Al Munawwir, Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku Ilmiyah Keagamaan, 1984, materi masaka). Terkait dengan puasa, imsak merupakan “batas waktu” pelaku puasa mulai menahan diri dari makan, minum dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa.

C.      Waktu Imsak
Sebagaimana pada paparan sebelumnya, dalam hal ini ulama berbeda menjadi dua pendapat. Pertama, waktu imsak adalah beberapa menit sebelum adzan Subuh. Kedua, waktu imsak adalah masuknya waktu Subuh itu sendiri (adzan Subuh).
1.      Pendapat Pertama
Menurut pendapat pertama, imsak adalah sepuluh menit sebelum adzan Subuh yang biasanya ditandai dengan bacaan tarhim (kadang bacaan tarhim itu dikumandangkan sebelum adzan Subuh). Penulis belum pernah mendapatkan tuntunan sedemikian rupa dan menurut hemat penulis bacaan tarhim tersebut tidak pernah muncul baik dalam sabda Nabi saw, fatwa sahabat maupun qaul (pendapat) para ulama mujtahid yang empat (Malik, Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad).
Argumen yang dikemukakan oleh pendapat pertama baik dari Al Qur’an maupun Hadis. Adapun dalil Al Qur’an adalah firman-Nya:
وَ كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Makanlah dan minumlah sampai jelas bagi kamu perbedaan benang putih dari benang hitam, yaitu Fajar.” (Qs. al Baqarah: 187).
Fajar dalam ayat ini dapat dimaksudkan fajar kadzib (yaitu tanda putih di tepi langit sebelah Timur, tetapi terbitnya membujur vertikal sebelum datangnya fajar shadiq selagi masih ada malam). Namun juga dapat dimaksudkan fajar shadiq (yaitu tanda putih melintang di tepi langit sebelah Timur membujur horizontal yang mengiringi habisnya malam hari. Menurut kelompok pertama, fajar dalam ayat ini dimaksudkan fajar kadzib, sehingga ada jedah waktu antara imsak dengan adzan Subuh.
Kelompok pertama juga berargumentasi dengan hadis Nabi saw, yang diriwayatkan oleh Anas ibn Malik:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ تَسَحَّرَا فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا قَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلاَةِ فَصَلَّى قُلْنَا لاَنَسٍ كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلاَةِ قَالَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً
“Anas ibn Malik berkata: Nabi saw, dan Zaid ibn Tsabit sedang makan sahur. Setelah selesai, Nabi saw, melaksanakan shalat. Kami (perawi) bertanya kepada Anas: Berapa masa jedah antara makan sahur dan masuknya waktu shalat (Subuh)? Anas menjawab: Sekitar seseorang membaca lima puluh ayat Al Qur’an.
Hadis di atas dikeluarkan oleh Bukhari (Mawaqit Shalat: 542) (Jum’at: 1066); Nasai (Shiyam: 2126, 2128); Ahmad (baqi Musnad Muktsirin: 12977).
Dikeluarkan oleh Bukhari (Mawaqit Shalat: 542) dengan redaksi:
أَخْرَجَ الْبُخَارِى حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ صَبَّاحٍ سَمِعَ رَوْحَ بْنَ عُبَادَةَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ تَسَحَّرَا فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا قَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلاَةِ فَصَلَّى قُلْنَا لاَنَسٍ كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلاَةِ قَالَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً
“Anas ibn Malik berkata: Nabi saw, dan Zaid ibn Tsabit sedang makan sahur. Setelah selesai, Nabi saw, melaksanakan shalat. Kami (perawi) bertanya kepada Anas: Berapa masa jedah antara makan sahur dan masuknya waktu shalat (Subuh)? Anas menjawab: Sekitar seseorang membaca lima puluh ayat Al Qur’an”.
Dikeluarkan Bukhari (Jum’at: 1066) dengan redaksi:
أَخْرَجَ الْبُخَارِى حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا رَوْحٌ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ تَسَحَّرَا فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا قَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلاَةِ فَصَلَّى فَقُلْنَا لاَنَسٍ كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلاَةِ قَالَ كَقَدْرِ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً
“Anas ibn Malik berkata: Nabi saw, dan Zaid ibn Tsabit sedang makan sahur. Setelah selesai, Nabi saw, melaksanakan shalat. Kami (perawi) bertanya kepada Anas: Berapa masa jedah antara makan sahur dan masuknya waktu shalat (Subuh)? Anas menjawab: Sekitar seseorang membaca lima puluh ayat Al Qur’an”.
Dikeluarkan Nasai (Shiyam: 2126) dengan redaksi:
أَخْرَجَ النَّسَائِى أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلاَةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا قَالَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً
“Dari Anas ibn Malik, Zaid ibn Tsabit berkata: Kami makan sahur bersama Nabi saw, kemudian kami melaksanakan shalat Subuh. Kami (Qatadah) bertanya kepada Anas: Berapa masa jedah antara makan sahur dan masuknya waktu shalat (Subuh)? Anas menjawab: Sekitar seseorang membaca lima puluh ayat Al Qur’an”.
Dikeluarkan Nasai (Shiyam: 2128) dengan redaksi:
أَخْرَجَ النَّسَائِى أَخْبَرَنَا أَبُو الاَشْعَثِ قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ تَسَحَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ ثُمَّ قَامَا فَدَخَلاَ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ فَقُلْنَا لاَنَسٍ كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلاَةِ قَالَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ الاَنْسَانُ خَمْسِينَ آيَةً
“Anas ibn Malik berkata: Nabi saw, dan Zaid ibn Tsabit sedang makan sahur. Setelah selesai, Nabi saw, melaksanakan shalat. Kami (perawi) bertanya kepada Anas: Berapa masa jedah antara makan sahur dan masuknya waktu shalat (Subuh)? Anas menjawab: Sekitar seseorang membaca lima puluh ayat Al Qur’an”.
Dikeluarkan Ahmad (baqi Musnad Muktsirin: 12977) dengan redaksi:
أَخْرَجَ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ تَسَحَّرَا فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلاَةِ فَقُلْنَا لاَنَسٍ كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلاَةِ قَالَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً
“Anas ibn Malik berkata: Nabi saw, dan Zaid ibn Tsabit sedang makan sahur. Setelah selesai, Nabi saw, melaksanakan shalat. Kami (perawi) bertanya kepada Anas: Berapa masa jedah antara makan sahur dan masuknya waktu shalat (Subuh)? Anas menjawab: Sekitar seseorang membaca lima puluh ayat Al Qur’an”.
Dari paparan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa antara makan sahur Nabi saw, dan waktu adzan Subuh ada masa jedah sekitar orang membaca Al Qur’an lima puluh ayat. Bilamana diprediksikan, lamanya sekitar sepuluh menit.

2.      Pendapat Kedua
Menurut pendapat kedua, imsak adalah waktu Subuh (adzan Subuh). Kelompok ini juga berargumentasi dengan surat al Baqarah, ayat 187 di atas, hanya saja penekanannya, mereka memahami “fajar” dalam ayat tersebut berarti “fajar shadiq”. Sehingga pemaknaan ayat menjadi “Makanlah dan minumlah sampai jelas bagi kamu antara benang putih dari benang hitam, yaitu fajar shadiq (Subuh)”.
Pemahaman fajar shadiq sebagai batas waktu makan sahur (imsak) juga dipertajam dengan adanya beberapa hadis berikut ini:
a.    Pertama: Hadis Abu Hurairah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالاِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Dari Abu Hurairah, Nabi saw, bersabda: Apabila seorang di antara kalian mendengar suara adzan Subuh sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (meminumnya)”.
Hadis di atas dikeluarkan Abu Daud (Shaum: 2003); Ahmad (baqi Musnad Muktsirin: 10220).
Dikeluarkan Abu Daud (Shaum: 2003) dengan redaksi:
أَخْرَجَ أَبُوْ دَاوُدَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الاَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالاِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Dari Abu Hurairah, Nabi saw, bersabda: Apabila seorang di antara kalian mendengar suara adzan Subuh sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (meminumnya)”.
Dikeluarkan Ahmad (Baqi Musnad Muktsirin: 10220) dengan redaksi:
أَخْرَجَ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالاِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ عَمَّارِ بْنِ أَبِي عَمَّارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ وَزَادَ فِيهِ وَكَانَ الْمُؤَذِّنُ يُؤَذِّنُ إِذَا بَزَغَ الْفَجْرُ
“Dari Abu Hurairah, Nabi saw, bersabda: Apabila seorang di antara kalian mendengar suara adzan Subuh sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (meminumnya). Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Rauh dari Hammad dari Ammar ibn Abi Ammar dari Abu Hurairah dari Nabi saw, dengan tambahan redaksi “Juru adzan mengumandangkan adzan apabila fajar telah terbit benar”.

b.   Kedua: Hadis al Hasan
عَنِ الْحَسَنِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ الاَذَانَ وَالاِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَدَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ مِنْهُ
“Dari al Hasan, Nabi saw, bersabda: Apabila seorang di antara kalian mendengar suara adzan Subuh sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (meminumnya)”.
Hadis di atas dikeluarkan oleh Ahmad (Musnad Al Muktsirin: 9108) dengan redaksi:
أخْرَجَ أَحْمَدُ وَبِإِسْنَادِهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ يُونُسَ عَنِ الْحَسَنِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ الاَذَانَ وَالاِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَدَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ مِنْهُ
“Dari al Hasan, Nabi saw, bersabda: Apabila seorang di antara kalian mendengar suara adzan Subuh sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (meminumnya)”.

c.    Ketiga: Hadis Samurah ibn Jundub
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَغُرَّنَّكُمْ مِنْ سَحُورِكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ وَلاَ بَيَاضُ الاُفُقِ الْمُسْتَطِيلُ هَكَذَا حَتَّى يَسْتَطِيرَ هَكَذَا وَحَكَاهُ حَمَّادٌ بِيَدَيْهِ قَالَ يَعْنِي مُعْتَرِضًا
“Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal atau fajar putih yang memanjang vertikal (fajar kadzib) sampai datangnya fajar memanjang horizontal (fajar shadiq)”.
Hadis di atas dikeluarkan oleh Muslim (Shiyam: 1831, 1832, 1833, 1834); Turmudzi (Shaum: 640); Nasai (Shiyam: 2142); Abu Daud (Shaum: 1999); Ahmad (Musnad Bashriyyin: 19221, 19238, 19290, 19338).
Dikeluarkan Muslim (Shiyam: 1831) dengan redaksi:
أَخْرَجَ مُسْلِمٌ حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَوَادَةَ الْقُشَيْرِيِّ حَدَّثَنِي وَالِدِي أَنَّهُ سَمِعَ سَمُرَةَ بْنَ جُنْدُبٍ يَقُولاَ سَمِعْتُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَغُرَّنَّ أَحَدَكُمْ نِدَاءُ بِلاَلٍ مِنَ السَّحُورِ وَلاَ هَذَا الْبَيَاضُ حَتَّى يَسْتَطِيرَ
“Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal atau fajar putih yang memanjang vertikal (fajar kadzib) sampai datangnya fajar memanjang horizontal (fajar shadiq)”.
Dikeluarkan Muslim (Shiyam: 1832) dengan redaksi:
أَخْرَجَ مُسْلِمٌ و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَوَادَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَغُرَّنَّكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ وَلاَ هَذَا الْبَيَاضُ لِعَمُودِ الصُّبْحِ حَتَّى يَسْتَطِيرَ هَكَذَا
“Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal atau fajar putih yang memanjang vertikal (fajar kadzib) sampai datangnya fajar memanjang horizontal (fajar shadiq) seperti ini”.
Dikeluarkan Muslim (Shiyam: 1833) dengan redaksi:
أَخْرَجَ مُسْلِمٌ و حَدَّثَنِي أَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ زَيْدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَوَادَةَ الْقُشَيْرِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَغُرَّنَّكُمْ مِنْ سَحُورِكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ وَلاَ بَيَاضُ الاُفُقِ الْمُسْتَطِيلُ هَكَذَا حَتَّى يَسْتَطِيرَ هَكَذَا وَحَكَاهُ حَمَّادٌ بِيَدَيْهِ قَالَ يَعْنِي مُعْتَرِضًا
“Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal atau fajar putih yang memanjang vertikal (fajar kadzib) sampai datangnya fajar memanjang horizontal (fajar shadiq)”.
Dikeluarkan Muslim (Shiyam: 1834) dengan redaksi:
أَخْرَجَ مُسْلِمٌ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَوَادَةَ قَالَ سَمِعْتُ سَمُرَةَ بْنَ جُنْدُبٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ وَهُوَ يَخْطُبُ يُحَدِّثُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لاَ يَغُرَّنَّكُمْ نِدَاءُ بِلاَلٍ وَلاَ هَذَا الْبَيَاضُ حَتَّى يَبْدُوَ الْفَجْرُ أَوْ قَالَ حَتَّى يَنْفَجِرَ الْفَجْرُ و حَدَّثَنَاه ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ أَخْبَرَنِي سَوَادَةُ بْنُ حَنْظَلَةَ الْقُشَيْرِيُّ قَالَ سَمِعْتُ سَمُرَةَ بْنَ جُنْدُبٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ يَقُولاَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ هَذَا
“Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal atau fajar putih yang memanjang vertikal (fajar kadzib) sampai datangnya fajar memanjang horizontal (fajar shadiq). Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Mutsanna dari Abu Dawud dari Syu’bah dari Sawadah al Handhali al Qusyairi dari Samurah ibn Jundub dari Nabi saw”.
Dikeluarkan Turmudzi (Shaum: 640) dengan redaksi:
أَخْرَجَ التُّرْمُذِى حَدَّثَنَا هَنَّادٌ وَيُوسُفُ بْنُ عِيسَى قَالاَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ أَبِي هِلاَلٍ عَنْ سَوَادَةَ بْنِ حَنْظَلَةَ هُوَ الْقُشَيْرِيُّ عَنْ سَمُرَةَ ابْنِ جُنْدَبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَمْنَعَنَّكُمْ مِنْ سُحُورِكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ وَلاَ الْفَجْرُ الْمُسْتَطِيلُ وَلَكِنِ الْفَجْرُ الْمُسْتَطِيرُ فِي الاُفُقِ قَالَ أَبُوْ عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
“Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal atau fajar putih yang memanjang vertikal (fajar kadzib) sampai datangnya fajar memanjang horizontal (fajar shadiq). Abu Isa (Turmudzi) menilai hadis ini hasan”.
Dikeluarkan Nasai (Shiyam: 2142) dengan redaksi:
أَخْرَجَ النَّسَائِى أَخْبَرَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلاَنَ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ أَنْبَأَنَا سَوَادَةُ بْنُ حَنْظَلَةَ قَالَ سَمِعْتُ سَمُرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَغُرَّنَّكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ وَلاَ هَذَا الْبَيَاضُ حَتَّى يَنْفَجِرَ الْفَجْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي مُعْتَرِضًا قَالَ أَبُو دَاوُدَ وَبَسَطَ بِيَدَيْهِ يَمِينًا وَشِمَالاَ مَادًّا يَدَيْهِ
“Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal atau fajar putih yang memanjang vertikal (fajar kadzib) sampai datangnya fajar memanjang horizontal (fajar shadiq). Abu Daud berkata: Ia membelah kedua tangannya ke arah kanan dan kiri”.
Dikeluarkan Abu Daud (Shaum: 1999) dengan redaksi:
أَخْرَجَ أَبُوْ دَاوُدَ حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَوَادَةَ الْقُشَيْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ سَمِعْتُ سَمُرَةَ بْنَ جُنْدُبٍ يَخْطُبُ وَهُوَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَمْنَعَنَّ مِنْ سُحُورِكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ وَلاَ بَيَاضُ الاُفْقِ الَّذِي هَكَذَا حَتَّى يَسْتَطِيرَ
“Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal atau fajar putih yang memanjang vertikal (fajar kadzib) sampai datangnya fajar memanjang horizontal (fajar shadiq)”.
Dikeluarkan Ahmad (Musnad Bashriyyin: 19221) dengan redaksi:
أَخْرَجَ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ وَرَوْحٌ قَالاَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ شَيْخٍ مِنْ بَنِيٍ قُشَيْرٍ قَالَ رَوْحٌ قَالَ سَمِعْتُ سَوَادَةَ الْقُشَيْرِيَّ وَكَانَ إِمَامَهُمْ قَالَ سَمِعْتُ سَمُرَةَ بْنَ جُنْدُبٍ يَخْطُبُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَغُرَّنَّكُمْ نِدَاءُ بِلاَلٍ وَهَذَا الْبَيَاضُ حَتَّى يَنْفَجِرَ الْفَجْرُ أَوْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ
“Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal atau fajar putih yang memanjang vertikal (fajar kadzib) sampai datangnya fajar memanjang horizontal (fajar shadiq) atau terbitnya fajar”.
Dikeluarkan Ahmad (Musnad Bashriyyin: 19238) dengan redaksi:
أَخْرَجَ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنِي سَوَادَةُ قَالَ سَمِعْتُ سَمُرَةَ بْنَ جُنْدُبٍ يَقُولُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَغُرَّنَّكُمْ نِدَاءُ بِلاَلٍ فَإِنَّ فِي بَصَرِهِ سُوءًا وَلاَ بَيَاضٌ يُرَى بِأَعْلَى السَّحَرِ
“Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal, sesungguhnya dalam pandangannya ada kendala, juga bukan lantaran munculnya awan putih yang vertical”.
Dikeluarkan Ahmad (Musnad Bashriyyin: 19290) dengan redaksi:
أَخْرَجَ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَوَادَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَغُرَّنَّكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ وَلاَ هَذَا الْبَيَاضُ لِعَمُودِ الصُّبْحِ حَتَّى يَسْتَطِيرَ
“Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal atau fajar putih yang memanjang vertikal (fajar kadzib) sampai datangnya fajar memanjang horizontal (fajar shadiq)”.
Dikeluarkan Ahmad (Musnad Bashriyyin: 19338) dengan redaksi:
أَخْرَجَ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ سَوَادَةَ الْقُشَيْرِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لاَ يَغُرَّنَّكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ وَلاَ هَذَا الْفَجْرُ الْمُسْتَطِيلُ وَلَكِنِ الْفَجْرُ الْمُسْتَطِيرُ وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ يَزِيدُ بِيَدِهِ الْيُمْنَى
“Dari Samurah ibn Jundub, Nabi saw, bersabda: Jangan sampai menghentikan makan sahur kalian lantaran adzannya Bilal atau fajar putih yang memanjang vertikal (fajar kadzib) sampai datangnya fajar memanjang horizontal (fajar shadiq). Dan ia (Yazid) memberikan isyarat dengan melambaikan tangannya”.

d.   Keempat: Hadis Ibn Abbas
وَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلْفَجْرُ فَجْرَانِ: فَجْرٌ يُحَرِّمُ الطَّعَامَ وَ تَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاَةُ، وَ فَجْرٌ تَحْرُمُ فِيْهِ الصَّلاَةُ -اَىْ صَلاَةُ الصُّبْحِ- وَ يَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامُ. رَوَاهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَ الْحَاكِمُ وَ صَحَّحَاهُ
“Dari Ibn Abbas, Nabi bersabda: Fajar itu ada dua, fajar tidak boleh makan (sahur) tetapi boleh shalat (Subuh), dan fajar tidak boleh shalat (Subuh) namun boleh makan (sahur)”. HR. Ibn Khuzaimah dan Hakim: 1/191. Hadis ini dinilai shahih oleh keduanya.

e.    Kelima: Hadis Jabir
وَ لِلْحَاكِمُ مِنْ حَدِيْثِ جَابِرٍ نَحْوُهُ، وَ زَادَ فِى الَّذِى يُحَرِّمُ الطَّعَامَ: اِنَّهُ يَذْهَبُ مُسْتَطِيْلاَ فِى الاُفُقِ. وَ فِى رِوَايَةٍ: اِنَّهُ كَذَنَبِ السَرْحَانِ
“Dikeluarkan oleh Hakim: 1/191 dari Jabir hadis serupa di atas dan ada tambahan fajar yang mengharamkan makan: Warna yang melintang di ujung langit. Dalam riwayat lain: Bagaikan ekor serigala”.

f.     Keenam: Hadis Abu Umamah
عَنْ أَبِى أُمَامَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: أُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ وَ الاِنَاءُ فِى يَدِ عُمَرَ فَقَالَ: أَشْرَبُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ نَعَمْ، فَشَرِبَهَا. أَخْرَجَهُ ابْنُ جَرِيْرَ (3\527)
“Abu Umamah berkata: Shalat Subuh telah diiqamati sementara itu gelas sudah ada di tangan Umar. Ia (Umar) bertanya: Apakah boleh saya meminumnya wahai Nabi? Nabi saw, menjawab: Silakan. Maka Umar meminum air itu”. HR. Ibn Jarir (3/527). Dari al Husain ibn Waqid dari Abu Ghalib dari Abu Umamah.

g.    Ketujuh: Hadis Anas ibn Malik
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ فِي السَّحَرِ يَا أَنَسُ إِنِّي أُرِيدُ الصِّيَامَ فَأَطْعِمْنِي شَيْئًا قَالَ فَجِئْتُهُ بِتَمْرٍ وَإِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ بَعْدَ مَا أَذَّنَ بِلاَلٌ فَقَالَ يَا أَنَسُ انْظُرْ إِنْسَانًا يَأْكُلُ مَعِي قَالَ فَدَعَوْتُ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي شَرِبْتُ شَرْبَةَ سَوِيقٍ وَأَنَا أُرِيدُ الصِّيَامَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أُرِيدُ الصِّيَامَ فَتَسَحَّرَ مَعَهُ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ فَأُقِيمَتِ الصَّلاَةُ
“Anas berkata: Nabi saw, bilang kepada saya ketika hendak makan sahur, wahai Anas, sesungguhnya saya ingin berpuasa maka hidangkan kepada saya makanan apa pun. Maka saya hidangkan kurma dan segelas air kepada beliau setelah Bilal mengumandangkan adzan. Nabi saw, bersabda: Wahai Anas, lihatlah apakah ada seseorang yang mendampingi saya makan? Maka saya panggil Zaid ibn Tsabit. Ia (Zaid ibn Tsabit) berkata: Wahai Nabi, saya sudah minum sayur gandum dan saya hendak berpuasa. Nabi saw, bersabda: Saya juga hendak berpuasa. Maka ia (Zaid ibn Tsabit) makan bersama Nabi, lalu shalat dua raka’at dan akhirnya keluar untuk shalat Subuh".
Hadis di atas dikeluarkan oleh Ahmad (Baqi Musnad Muktsirin: 12560); Nasai (Shiyam: 2138).
Dikeluarkan Ahmad (Baqi Musnad Muktsirin: 12560) dengan redaksi:
أَخْرَجَ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّازَّقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنِ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ فِي السَّحَرِ يَا أَنَسُ إِنِّي أُرِيدُ الصِّيَامَ فَأَطْعِمْنِي شَيْئًا قَالَ فَجِئْتُهُ بِتَمْرٍ وَإِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ بَعْدَ مَا أَذَّنَ بِلاَلٌ فَقَالَ يَا أَنَسُ انْظُرْ إِنْسَانًا يَأْكُلُ مَعِي قَالَ فَدَعَوْتُ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي شَرِبْتُ شَرْبَةَ سَوِيقٍ وَأَنَا أُرِيدُ الصِّيَامَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أُرِيدُ الصِّيَامَ فَتَسَحَّرَ مَعَهُ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ فَأُقِيمَتِ الصَّلاَةُ
“Anas berkata: Nabi saw, bilang kepada saya ketika hendak makan sahur, wahai Anas, sesungguhnya saya ingin berpuasa maka hidangkan sepada saya makanan apa pun. Maka saya hidangkan kurma dan segelas air kepada beliau setelah Bilal mengumandangkan adzan. Nabi saw, bersabda: Wahai Anas, lihatlah apakah ada seseorang yang mendampingi saya makan? Maka saya panggil Zaid ibn Tsabit. Ia (Zaid ibn Tsabit) berkata: Wahai Nabi, saya sudah minum sayur gandum dan saya hendak berpuasa. Nabi saw, bersabda: Saya juga hendak berpuasa. Maka ia (Zaid ibn Tsabit) makan bersama Nabi, lalu shalat dua raka’at dan akhirnya keluar untuk shalat Subuh”.
Dikeluarkan Nasai (Shiyam: 2138) dengan redaksi:
أَخْرَجَ النَّسَائِى أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَنْبَأَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَنْبَأَنَا مَعْمَرٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ عِنْدَ السُّحُورِ يَا أَنَسُ إِنِّي أُرِيدُ الصِّيَامَ أَطْعِمْنِي شَيْئًا فَأَتَيْتُهُ بِتَمْرٍ وَإِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ وَذَلِكَ بَعْدَ مَا أَذَّنَ بِلاَلٌ فَقَالَ يَا أَنَسُ انْظُرْ رَجُلاَ يَأْكُلْ مَعِي فَدَعَوْتُ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ فَجَاءَ فَقَالَ إِنِّي قَدْ شَرِبْتُ شَرْبَةَ سَوِيقٍ وَأَنَا أُرِيدُ الصِّيَامَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أُرِيدُ الصِّيَامَ فَتَسَحَّرَ مَعَهُ ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ
“Anas berkata: Nabi saw, bilang kepada saya ketika hendak makan sahur, wahai Anas, sesungguhnya saya ingin berpuasa maka hidangkan sepada saya makanan apa pun. Maka saya hidangkan kurma dan segelas air kepada beliau setelah Bilal mengumandangkan adzan. Nabi saw, bersabda: Wahai Anas, lihatlah apakah ada seseorang yang mendampingi saya makan? Maka saya panggil Zaid ibn Tsabit. Ia (Zaid ibn Tsabit) berkata: Wahai Nabi, saya sudah minum sayur gandum dan saya hendak berpuasa. Nabi saw, bersabda: Saya juga hendak berpuasa. Maka ia (Zaid ibn Tsabit) makan bersama Nabi, lalu shalat dua raka’at dan akhirnya keluar untuk shalat Subuh”.
Dari ketujuh hadis di atas sangat jelas bahwa waktu imsak adalah adzan Subuh, bahkan bagi siapa yang minumannya sudah berada di tangan kemudian dikumandangkan adzan Subuh, dalam riwayat lain dikumandangkan iqamat, maka supaya ia menyelesaikan hajatnya terlebih dahulu.
Di samping hadis-hadis al marfu’ (yang dinisbatkan kepada Nabi saw,) di atas, kelompok kedua juga berargumentasi dengan hadis-hadis al mauquf (yang dinisbatkan kepada sahabat) sebagai berikut:

a.         Pertama: Atsar Jabir ibn Abdullah
وَبِإِسْنَادِهِ قَالَ سَأَلْتُ جَابِرًا عَنِ الرَّجُلِ يُرِيدُ الصِّيَامَ وَالاِنَاءُ عَلَى يَدِهِ لِيَشْرَبَ مِنْهُ فَيَسْمَعُ النِّدَاءَ قَالَ جَابِرٌ كُنَّا نُحَدَّثُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِيَشْرَبْ
“Perawi berkata: Saya bertanya Jabir perihal seseorang yang hendak berpuasa sementara itu gelas sudah berada di tangan untuk diminum lalu orang itu mendengar adzan Subuh, maka apa yang harus dilakukan? Jabir berkata: Ketika hal itu kami perbincangkan di hadapan Nabi saw, beliau bersabda: Silakan meminumnya”. HR. Ahmad (Baqi Musnad Muktsirin: 14228),

b.        Kedua: Atsar Bilal
عَنْ بِلاَلٍ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُوذِنُهُ بِالصَّلاَةِ وَهُوَ يُرِيدُ الصِّيَامَ فَشَرِبَ ثُمَّ نَاوَلَنِي وَخَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ
“Bilal berkata: Suatu hari saya mendatangi Nabi saw, untuk mengkhabari shalat Subuh. Waktu itu beliau hendak berpuasa. Beliau minum kemudian memberi saya minum lalu keluar untuk melaksanakan shalat Subuh”.
Hadis di atas dikeluarkan Ahmad (Baqi Musnad Anshar: 22764, 22770) dengan redaksi:
أَخْرَجَ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ وَأَبُو أَحْمَدَ قَالاَ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْقِلٍ الْمُزَنِيِّ عَنْ بِلَالٍ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُوذِنُهُ بِالصَّلاَةِ قَالَ أَبُو أَحْمَدَ وَهُوَ يُرِيدُ الصِّيَامَ فَدَعَا بِقَدَحٍ فَشَرِبَ وَسَقَانِي ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لِلصَّلاَةِ فَقَامَ يُصَلِّي بِغَيْرِ وُضُوءٍ يُرِيدُ الصَّوْمَ
“Bilal berkata: Suatu hari saya mendatangi Nabi saw, untuk mengkhabari shalat Subuh. Waktu itu beliau hendak berpuasa. Beliau minum kemudian memberi saya minum lalu keluar untuk melaksanakan shalat Subuh tanpa berwudhu lagi”.
Dikeluarkan Ahmad (Baqi Musnad Anshar: 22770) dengan redaksi:
أَخْرَجَ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنِ أبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْقِلٍ عَنْ بِلاَلٍ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُوذِنُهُ بِالصَّلاَةِ وَهُوَ يُرِيدُ الصِّيَامَ فَشَرِبَ ثُمَّ نَاوَلَنِي وَخَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ
“Bilal berkata: Suatu hari saya mendatangi Nabi saw, untuk mengkhabari shalat Subuh. Waktu itu beliau hendak berpuasa. Beliau minum kemudian memberi saya minum lalu keluar untuk melaksanakan shalat Subuh”.

c.         Ketiga: Atsar Ali ibn Abi Thalib
عَنْ حِبَّانِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ تَسَحَّرْنَا مَعَ عَلِىِّ بْنِ اَبِى طَالِبٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ فَلَمَّا فَرَغْنَا مِنَ السَّحُوْرِ اَمَرَ الْمُؤَذِّنَ فَأَقَامَ الصَّلاَةَ (رواه الطحاوى فى شرح المعانى 1\106)
“Hibban ibn Harits berkata: Kami makan sahur bersama Ali ibn Abi Thalib. Setelah selesai ia (Ali ibn Abi Thalib) menyuruh juru adzan mengumandangkan adzan, kemudian ia melaksanakan shalat Subuh”. HR. Thahawi dalam Syarkh al Ma’ani (1/106).

D.     Analisa

أخْرَجَ أَحْمَدُ وَبِإِسْنَادِهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ يُونُسَ عَنِ الْحَسَنِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ الاَذَانَ وَالاِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَدَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ مِنْهُ
“Dari al Hasan, Nabi saw, bersabda: Apabila seorang di antara kalian mendengar suara adzan Subuh sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (meminumnya)”.  (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, Hakim dan dishahihkan olehnya dan oleh Adz Dzahabi)
Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud 1/549, Ibnu Jarir dalam At Tafsir 3/526/3015, Abu Muhammad Al Jauhari dalam Al Fawa’id Al Muntaqah 1/2, Hakim 1/426, Baihaqi 4/218, Ahmad 2/423 dan 510. Diriwayatkan dari beberapa jalan dari Hammad bin Salamah dari Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda ….” Kemudian ia (Abu Hurairah) menyebutkan hadits di atas.
Hakim berkata: “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim.” Pernyataan ini disepakati oleh Dzahabi. Padahal dalam hadits ini ada (sanad) yang perlu dikoreksi. Karena Muhammad bin ‘Amr hanya dipakai oleh Imam Muslim jika ia bersamaan dengan yang lain (dengan hadits shahih yang lain yang semakna, pent.) maka yang benar hadits ini hasan.
Ya, memang Ibnu ‘Amr tidak bersendirian karena Hammad bin Salamah juga berkata: “Diriwayatkan dari Amar bin Abi Amar dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam seperti itu, hanya ada tambahan: ‘Dan dulu muadzin mengumandangkan adzan jika telah terbit fajar.’ (HR. Imam Ahmad 2/510, Ibnu Jarir, dan Al Baihaqi)
Isnad hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim. Di samping itu hadits ini mempunyai syawahid (hadits-hadits lain yang memperkuat) yaitu:
a.      Hadits mursal yang diriwayatkan oleh Hammad juga tetapi dari jalan Yunus dari Hasan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, kemudian menyebutkan hadits tersebut di atas. (Dikeluarkan oleh Ahmad 2/423 dengan disertai riwayat yang pertama)
b.      Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al Husain bin Waqid dari Abu Umamah ia berkata: Pada waktu iqamat dikumandangkan, Umar masih memegang gelas. Ia (Umar) bertanya: “Apakah saya masih boleh minum, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya (boleh).” Kemudian Umar minum. (HR. Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya). Isnad hadits ini hasan.
c.       Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair ia berkata: Aku bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum kemudian mendengar adzan. Jabir menjawab: Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan beliau bersabda: “Hendaklah ia minum.” (Dikeluarkan oleh Ahmad 3/348, beliau berkata: Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata: Telah meriwayatkan pada kami Ibnu Lahi’ah)
Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai) jika untuk penguat (menguatkan hadits yang lain). Al Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah. (Dikeluarkan oleh Abu Al Husain Al Kilabi dalam Nuskhah Abu Al Abas Thahir bin Muhammad)
Perawi-perawinya Tsiqat (terpercaya), perawi-perawi Imam Muslim kecuali Ibnu Lahi’ah karena jelek hapalannya. Al Haitsami berkata dalam Al Majma’ (3/153): “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan.”
a.      Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata: “Aku pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam untuk adzan shalat shubuh padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta gelas untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir 3018 dan 3019, Ahmad 6/12, dan perawi-perawinya tsiqat, perawi-perawi Bukhari Muslim). Seandainya tidak ada Ibnu Lahi’ah yaitu As Syabi’i [dia bercampur hapalannya serta suka melakukan tadlis] akan tetapi hadits ini menjadi kuat dengan adanya riwayat Ja’far bin Barqan dari Syadad budak ‘Ayadh bin ‘Amir dari Bilal, haditsnya sama dengan yang di atas. (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad 6/13)
b.      Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan: Telah menceritakan pada kami Taubah Al ‘Ambari bahwa dia mendengar Anas bin Malik berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Lihatlah siapa yang berada di masjid, panggilah dia! Kemudian aku masuk masjid, disana aku dapati Abu Bakar dan Umar. Kemudian aku memanggil mereka lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam shalat bersama mereka, shalat shubuh. (Dikeluarkan oleh Al Bazzar nomor 993 dalam Kasyful Astar dan ia berkata: “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits yang lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya (Anas) kecuali Muthi’) Al Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Az Zawaid halaman 106: “Isnad hadits ini hasan.” Imam Al Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al Hafidh Ibnu Hajar, pent.) dalam Al Majma’ 3/152.
c.       Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al A’ma dari Tamim bin ‘Ayyadl dari Ibnu Umar ia berkata: “‘Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Tunggu sebentar wahai Bilal! ‘Alqamah sedang makan sahur.” (Dikeluarkan oleh At Thayalisi nomor 885 dan At Thabrani dalam Al Kabir sebagaimana dalam Al Majma’ 3/153 dan ia berkata: “Qais bin Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats Tsauri padahal padanya (Qais) ada pembicaraan (masih diragukan tentang dia))
Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur) hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hapalan dia maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai. Adapun dalil-dalil dari atsar (perbuatan shahabat, pent.) yang membahas tentang hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Syuhaib bin Gharqadah Al Bariqi dari Hibban bin Harits ia berkata: “Kami pernah makan sahur bersama Ali bin Abi Thalib radliyallahu ‘anhu maka tatkala kami telah selesai makan sahur, ia (Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat.” (Dikeluarkan oleh At Thahawi dalam Syarah Al Ma’ani 1/106 dan Al Mulhis dalam Al Fawaid Al Munthaqah 8/11/1)
Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban, Ibnu Abi Hatim 1/2/269 membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh dan ta’dil-nya sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats Tsiqat. Pernyataan Sayyid Sabiq merupakan taqlid (pada) kitab-kitab fiqih. Padahal pendapat tersebut tidak didasari oleh satu dalil pun dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Bahkan yang benar pendapat tersebut menyelisihi sabda beliau:
أَخْرَجَ أَبُوْ دَاوُدَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الاَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالاِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Dari Abu Hurairah, Nabi saw, bersabda: Apabila seorang di antara kalian mendengar suara adzan Subuh sedangkan gelas ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (meminumnya)”.
Dikeluarkan juga oleh Ibnu Hazm dengan tambahan: Amar (Ibnu Abi Amar) berkata: “Mereka dahulu mengumandangkan adzan tatkala terbit fajar.” Ahmad (Ibnu Salamah) berkata dari Hisyam bin ‘Urwah: “Bapakku pernah memberikan fatwa dengan berdasar ini.” (Dan isnadnya shahih) Di samping itu, hadits tersebut mempunyai syawahid yang disebutkan dalam Kitab At ta’liqat Al Jiyad. Juga dalam Kitab As Shahihah nomor 1394 (yaitu hadits di atas).
Hadits ini sebagai dalil bahwa jika seseorang mendapati fajar mulai terbit (masuk waktu shubuh) sedangkan tempat makan atau minum masih berada di tangannya maka masih diperbolehkan baginya untuk tidak meletakkannya sampai memenuhi hajatnya (makannya).
Keadaan seperti ini termasuk hal yang dikecualikan oleh firman Allah:
وَ كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makanlah dan minumlah sampai jelas bagi kamu perbedaan benang putih dari benang hitam, yaitu Fajar.” (Qs. al Baqarah: 187).
Kesimpulannya, tidak ada pertentangan antara ayat ini dan hadits-hadits yang semakna dengan hadits di atas dan tidak juga dengan ijma’. Bahkan sebagian dari shahabat dan selain mereka berpendapat tentang terpakainya hadits itu menerangkan bolehnya sahur sampai fajar nampak jelas. (Lihat Al Fath 3/109-110)
Termasuk pula faedah dari hadits ini adalah menerangkan bid’ahnya Imsak yang dikatakan sekitar seperempat jam sebelum shubuh (fajar). Hal ini mereka lakukan tak lain hanya karena takut mendapati adzan shubuh sedangkan mereka masih makan sahur. Tetapi seandainya mereka mengetahui rukhshah (keringanan diperbolehkannya makan untuk menyelesaikan sahur walaupun terdengar adzan, pent.) niscaya mereka tidak terjerumus ke dalam bid’ah ini.

E.      Kata Penutup
Tawaran yang disampaikan ulama, baik memaknai imsak sepuluh menit sebelum adzan Subuh maupun datangnya waktu Subuh itu sendiri dapat diakomodasi sesuai dengan kebutuhan kita. Secara akademik memang imsak (batas mengakhiri santap sahur) adalah fajar shadiq (waktu Subuh), namun agar makan sahur dapat dinikmati tanpa tergesa-gesa, mestinya ada masa jedah antara makan sahur dengan adzan Subuh.
Namun, bagi siapa saja yang terlambat bangun untuk santap sahur, walaupun ia sudah mendengar bacaan tarhim, maka tidak ada halangan baginya untuk tetap bersantap sahur sampai datangnya waktu imsak yang sebenarnya, yakni adzan Subuh.

Komentar

Arif elbustany mengatakan…
Semoga Bermanfaat....

Postingan Populer